Fenomena pengguna Gen Z yang semakin mengandalkan kecerdasan buatan (AI) untuk curhat membuat banyak pihak mulai berbenah. Kecerdasan buatan memang menawarkan kemudahan, tetapi peran psikolog klinis tetap tidak tergantikan. Hal ini semakin menjadi sorotan ketika para ahli kesehatan mental melihat tingginya angka kasus yang tak terdeteksi dalam masyarakat.
Dr. Retno Kumolohadi S.Psi., M.Si., Psikolog, baru-baru ini terpilih kembali sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Psikolog Klinis Indonesia periode 2025-2029. Dia menjelaskan, banyak di antara generasi muda ini yang lebih memilih curhat melalui AI, tetapi pada akhirnya, mereka kembali mencari bantuan dari psikolog untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.
Di ruang praktik psikolog, semakin banyak Gen Z yang menghadapi keterbatasan AI dalam memahami konteks emosional mereka. Retno menegaskan bahwa meski alat bantu ini memberikan respons cepat, manusia tetaplah makhluk sosial yang membutuhkan empati yang tidak bisa diberikan oleh mesin.
Pada Kongres V Ikatan Psikolog Klinis Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Dr. Retno menekankan pentingnya penanganan kesehatan mental di negara ini. Dia menyoroti situasi darurat kesehatan mental yang kini mengancam banyak individu, terutama di kalangan generasi muda. Kecemasan, depresi, dan masalah mental lainnya menjadi isu yang harus segera mendapat perhatian serius.
“Kita tak bisa mengabaikan tingginya prevalensi gangguan jiwa di Indonesia. Penanganan yang lebih komprehensif dan terintegrasi perlu segera diimplementasikan,” ujar Retno.
Mengapa Gen Z Memilih AI untuk Curhat?
Keberadaan AI dalam kehidupan sehari-hari Gen Z memberikan kemudahan yang sulit untuk ditolak. Generasi ini telah tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang pesat, sehingga aplikasi berbasis AI terasa lebih akrab bagi mereka dibandingkan dengan berinteraksi langsung dengan individu. Dukungan dari teknologi membuat mereka merasa lebih nyaman untuk membagikan masalah atau pertanyaan yang dihadapi.
Melalui platform AI, mereka dapat menyampaikan isi hati tanpa takut dihakimi. Dalam banyak kasus, generasi ini merasa tidak mendapatkan pemahaman yang sama dari orang-orang terdekat, sehingga mencari jalan keluar secara daring menjadi pilihan yang lebih menarik.
Namun, ada kesadaran bahwa interaksi dengan AI hanya bisa memberikan solusi sementara. Setelah merasa bahwa masalah mereka tidak sepenuhnya terjawab, banyak dari mereka akhirnya mencari bantuan dari psikolog klinis. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun AI menawarkan kenyamanan, hubungan manusia tetap diperlukan untuk penanganan yang lebih efektif.
Sebagian Gen Z menjelaskan bahwa meskipun AI dapat memberikan respon, banyak situasi yang perlu diselesaikan dengan pendekatan yang lebih personal. Mereka merasakannya sendiri ketika berbicara dengan psikolog yang bisa memberikan empati mendalam terhadap situasi yang dihadapi.
Peran Psikolog Klinis di Era Digital
Dalam era teknologi yang terus berkembang, peran psikolog klinis semakin penting. Meskipun AI dapat menjadi alat bantu, tidak ada yang bisa menggantikan ikatan emosional dan memahami nuansa pengalaman manusia. Psikolog dapat memberikan wawasan dan strategi untuk mengatasi masalah mental yang lebih kompleks.
Interaksi langsung dengan psikolog memungkinkan individu untuk berbagi lebih banyak mengenai perasaan dan pengalaman yang tidak selalu dapat disampaikan kepada AI. Mereka mendapatkan tanggapan yang lebih personal dan relevan dengan konteks kehidupan mereka.
Para psikolog juga memanfaatkan teknologi untuk mendukung terapi. Dengan menggunakan aplikasi dan platform online, mereka dapat menjangkau lebih banyak individu yang membutuhkan bantuan, termasuk yang berada di lokasi yang sulit dijangkau.
Dalam banyak kasus, pendekatan hibrida antara pertemuan langsung dan penggunaan teknologi memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini membuktikan bahwa psikolog klinis harus beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa mengubah esensi dari profesi mereka.
Tantangan Kesehatan Mental di Indonesia saat Ini
Tingginya prevalensi masalah kesehatan mental di Indonesia menjadi tantangan besar. Dengan data menunjukkan angka depresi dan kecemasan yang terus meningkat, dibutuhkan respons yang inovatif dan efisien dari semua pihak. Layanan kesehatan mental perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Kongres V Ikatan Psikolog Klinis Indonesia menjadi momentum penting dalam mendorong kebijakan yang lebih responsif terhadap kesehatan mental. Dr. Retno juga mengingatkan bahwa pentingnya kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan sektor swasta dalam penanganan masalah ini.
Di tengah perubahan sosial yang cepat, kesadaran akan kesehatan mental harus ditingkatkan. Masyarakat perlu dilibatkan dalam diskursus mengenai penanganan kesehatan mental untuk menciptakan lingkungan yang mendukung individu yang berjuang dengan masalah mental.
Dengan upaya yang terintegrasi, diharapkan prevalensi masalah kesehatan mental bisa menurun, dan generasi muda bisa mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, penting bagi kita semua untuk memahami bahwa tidak ada salahnya untuk mencari bantuan, baik melalui AI maupun psikolog klinis.
















