Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Irjen Agus Suryonugroho, menegaskan pentingnya penerapan teknologi dalam penegakan hukum di bidang lalu lintas. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mempercepat proses pelanggaran, tetapi juga untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem penegakan hukum yang lebih modern.
Menurut Agus, skema penegakan hukum yang baru ini mengedepankan penggunaan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) untuk menekan angka pelanggaran lalu lintas. Target yang ditetapkan adalah 95 persen penindakan dilakukan melalui ETLE, sementara hanya 5 persen yang akan dilakukan secara manual sebagai tindakan situasional.
Dalam kunjungannya ke RTMC Polda Metro Jaya, Agus menekankan bahwa ETLE adalah pendekatan humanis dalam berinteraksi dengan masyarakat. Sistem ini memastikan bahwa semua pelanggaran tercatat dan dapat dipertanggungjawabkan, tanpa adanya potensi interaksi transaksional yang mungkin terjadi dalam tilang manual.
Strategi Penerapan Teknologi dalam Penegakan Hukum Lalu Lintas
Agus menyatakan bahwa saat ini Polda Metro Jaya sudah mengoperasikan 127 kamera ETLE statis dan delapan kamera mobile. Rencana ke depan adalah meningkatkan jumlah kamera ETLE hingga mencapai 1.000 unit pada tahun 2026, sebagai bagian dari rebranding kepolisian yang lebih profesional.
Peningkatan jumlah kamera ETLE ini bukan sekadar angka, tetapi merupakan bukti komitmen untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap korps lalu lintas. Agus menjelaskan bahwa pengembangan ini bertujuan untuk mengubah citra Polantas menjadi lebih berorientasi pada pelayanan publik dan profesionalisme.
Dia menekankan bahwa ETLE bukan hanya sekadar alat untuk merekam pelanggaran, tetapi merupakan upaya untuk menyelamatkan nyawa di jalan raya. Banyak kecelakaan disebabkan oleh pelanggaran kecil yang sering terulang, dan ETLE bertujuan untuk menciptakan kesadaran masyarakat akan keselamatan berlalu lintas.
Pentingnya Kolaborasi Antarinstansi dalam Penerapan ETLE
Ke depannya, Agus menyinggung pentingnya sinergi antara Korlantas Polri, Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah dalam memperluas cakupan sistem ETLE di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum di jalan raya.
Transformasi ini merupakan bagian dari reformasi Polri untuk menciptakan sistem yang lebih transparan dan dekat dengan masyarakat. Agus menegaskan bahwa ETLE adalah investasi untuk membudayakan perilaku tertib berlalu lintas di seluruh Indonesia.
Di sisi lain, Kantor Staf Presiden memberikan apresiasi terhadap langkah Korlantas dalam membangun tata kelola penegakan hukum berbasis kamera. Menurut Tenaga Ahli Utama KSP, Bhineka Putra Linanta, ETLE dianggap sebagai fondasi untuk menciptakan pemerintahan yang lebih akuntabel dan berorientasi pada digitalisasi.
Manfaat ETLE bagi Masyarakat dan Kepercayaan Publik
Bhineka Putra Linanta menambahkan bahwa ETLE mampu menutup celah yang mungkin dimanfaatkan untuk melakukan penyimpangan. Dengan mengurangi interaksi fisik antara petugas dan pelanggar, ETLE juga berpotensi meningkatkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
ETLE bukan hanya berfungsi sebagai alat tilang, tetapi juga simbol dari penerapan disiplin baru di masyarakat. Sistem ini memberikan kepastian hukum, dan semua transaksi tercatat dengan jelas, sehingga potensi manipulasi dapat diminimalisir.
Melalui pendekatan ini, diharapkan masyarakat akan semakin menyadari pentingnya disiplin dan keamanan dalam berlalu lintas. Semua langkah yang diambil bertujuan untuk menciptakan budaya tertib lalu lintas yang lebih baik di Indonesia.
















