Kementerian Kehutanan Indonesia baru-baru ini mengadakan lokakarya nasional sebagai tindak lanjut dari komitmen yang diambil dalam COP30 di Brasil. Acara ini bertujuan untuk mempercepat realisasi penetapan 1,4 juta hektare Hutan Adat, yang dianggap krusial bagi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat adat.
Pada kesempatan tersebut, Kementerian mempresentasikan Peta Jalan Percepatan Penetapan Status Hutan Adat. Peta jalan ini bertujuan mendukung peran Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai penjaga, tetapi juga sebagai pemangku ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan.
Inisiatif ini sejalan dengan semangat Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) yang berupaya menciptakan pola ekonomi yang lebih seimbang antara manusia dan alam. Melalui rantai nilai bioekonomi yang bertanggung jawab, KEM berupaya mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat adat.
Percepatannya juga diharapkan dapat memberikan dampak nyata terhadap kehidupan masyarakat, bukan hanya dalam aspek administratif. Dengan pengakuan wilayah kelola masyarakat adat, diharapkan kesejahteraan masyarakat akan meningkat, sementara kondisi hutan tetap terjaga dengan baik.
Menurut Direktur Eksekutif KEM, Fito Rahdianto, peningkatan kesejahteraan masyarakat hukum adat memerlukan hubungan yang lebih kuat dengan jaringan ekonomi nasional dan internasional. Agar posisi tawar masyarakat adat dalam perdagangan komoditas dan jasa berbasis hutan lebih setara, diperlukan upaya kolaboratif dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang adil.
Penguatan Rantai Nilai Ekonomi untuk Masyarakat Hukum Adat
Saat ini, Masyarakat Hukum Adat (MHA) sering kali berada pada posisi yang rentan dalam rantai nilai ekonomi. Banyak dari mereka menghadapi masalah seperti keterbatasan kapasitas produksi, minimnya akses pembiayaan, dan ketergantungan pada mekanisme pasar yang sering kali tidak adil.
Di berbagai daerah, potensi ekonomi Hutan Adat belum sepenuhnya dimanfaatkan. Hasil hutan tidak kayu, agroforestri, dan jasa lingkungan masih belum memberikan nilai tambah yang mencukupi bagi masyarakat di tingkat lokal.
Selain itu, peserta lokakarya juga mengidentifikasi risiko sosial dan ekologis yang ada, termasuk potensi konflik tata batas dan ancaman terhadap kearifan lokal. Ketimpangan gender juga menjadi isu penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekonomi masyarakat adat.
Dengan demikian, penerapan Prinsip Safeguard Sosial dan Ekologis yang adil dan transparan sangat diperlukan saat berkolaborasi dengan sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini menjadi langkah penting untuk menjaga keseimbangan antara manfaat ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Peran Masjid Hukum Adat dalam Pembangunan Berkelanjutan
Masyarakat Hukum Adat memiliki peran penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Dengan mengelola sumber daya alam secara bijak, mereka dapat membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
Untuk memperkuat posisi mereka, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun sektor swasta. Melalui pelatihan dan dukungan teknis, masyarakat dapat meningkatkan kapasitas produksi dan akses mereka terhadap pasar.
Keberhasilan dalam memperkuat ekonomi masyarakat hukum adat tidak hanya berkontribusi pada kesejahteraan mereka, tetapi juga terhadap keberlanjutan hutan secara keseluruhan. Dengan mengintegrasikan aspek ekonomi dan konservasi, dapat tercipta harmoni antara kehidupan manusia dan alam.
Lebih jauh lagi, masyarakat hukum adat perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam. Dengan partisipasi aktif, mereka akan merasa memiliki dan bertanggung jawab atas keberlanjutan lingkungan yang mereka kelola.
Mempersiapkan Masa Depan: Tantangan dan Harapan
Di masa depan, tantangan dalam pengelolaan hutan adat akan tetap ada. Globalisasi, perubahan iklim, dan tekanan pembangunan menjadi isu utama yang harus dihadapi. Oleh karena itu, kolaborasi menjadi kunci dalam mengatasi berbagai tantangan tersebut.
Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta, dapat diharapkan solusi yang lebih komprehensif. Kerjasama ini harus memiliki tujuan bersama dalam menjaga keberlanjutan hutan dan kesejahteraan masyarakat.
Melalui inisiatif seperti lokakarya ini, diharapkan masyarakat hukum adat dapat lebih teredukasi dan terinformasi mengenai peluang yang ada. Dengan pengetahuan yang lebih baik, mereka dapat mengambil langkah yang tepat dalam pengelolaan ekonomi berbasis hutan.
Selain itu, penting untuk mengembangkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat hukum adat. Kebijakan ini seharusnya memberikan ruang yang cukup bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses ekonomi secara adil dan berkelanjutan.
















