Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa utang pemerintah pusat mencapai Rp 9.138,05 triliun pada Juni 2025, dan menurutnya jumlah tersebut masih berada dalam batas aman. Ia menekankan pentingnya memahami utang tidak hanya dari angka nominal, tetapi juga dalam konteks kondisi ekonomi yang lebih luas.
Purbaya menyatakan bahwa dalam konteks rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), angka utang saat ini masih bisa dianggap wajar. Rasio utang tersebut berada di sekitar 39 persen dari PDB, yang menurutnya masih sesuai dengan standar internasional yang diterima.
Dalam sesi Media Gathering APBN 2026 yang berlangsung di Bogor, ia memberikan gambaran sederhana tentang situasi keuangan. Dengan menggunakan contoh perbandingan penghasilan, ia menunjukkan bahwa utang relatif mudah dikelola jika proporsinya masih kecil dibandingkan pendapatan seseorang yang lebih tinggi.
Analisis Terhadap Utang dan PDB Indonesia
Purbaya menginginkan agar masyarakat melihat utang dalam konteks ekonomi yang lebih besar. Ia menganggap bahwa porsi utang Indonesia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain dapat memberikan gambaran positif. Dalam pembahasannya, ia mengacu pada standar perbandingan utang beberapa negara maju lainnya.
Negara seperti Jerman, dengan utang mendekati 100 persen dari PDB, serta Amerika Serikat dan Jepang yang memiliki rasio lebih dari 100 persen dan mencapai 250 persen, menunjukkan bahwa utang tinggi bukanlah hal yang luar biasa. Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih dalam jalur yang aman dalam pengelolaan utang negara.
Ia menegaskan bahwa penting untuk tidak menciptakan persepsi negatif mengenai utang. Menurutnya, dengan indikator rasio yang baik, utang Indonesia dapat dikelola dengan prudent dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan untuk memahami konteks ini tanpa prasangka yang berlebihan.
Pentingnya Rasio Utang yang Sehat untuk Ekonomi
Dalam analisisnya, Purbaya juga menyatakan bahwa rasio utang yang berada di bawah 40 persen terhadap PDB menunjukkan bahwa pemerintah masih berkapasitas untuk membayar utangnya. Dengan kata lain, utang tersebut tidak akan membebani anggaran negara secara berlebihan. Ini menjadi penting dalam menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.
Dalam pembicaraannya, ia menggarisbawahi bahwa utang harus dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan sebagai beban. Ketika utang dikelola dengan baik, ia berfungsi sebagai investasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dengan kata lain, jika digunakan secara efektif, utang dapat mendukung program-program pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ia juga menjelaskan bahwa pemanfaatan utang untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan program sosial diharapkan memberikan dampak positif yang signifikan. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan daya saing nasional dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Menghadapi Tantangan Ekonomi Global dan Utang Nasional
Purbaya menyadari bahwa tantangan yang dihadapi ekonomi global dapat mempengaruhi pengelolaan utang di Indonesia. Dalam konteks ini, ia menekankan perlunya kehati-hatian dalam melakukan keputusan terkait utang. Alih-alih meminjam dalam jumlah besar, pemerintah harus memprioritaskan efektivitas serta manfaat dari utang yang diambil.
Perubahan kondisi ekonomi global, seperti inflasi dan ketidakpastian pasar, menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan utang. Oleh karena itu, pendekatan yang prudent sangat dibutuhkan dalam menentukan seberapa banyak utang yang dapat diambil tanpa membahayakan stabilitas ekonomi.
Purbaya juga menginginkan kolaborasi yang lebih baik dengan lembaga-lembaga internasional. Dukungan dari lembaga-lembaga tersebut dapat membantu Indonesia dalam pengelolaan utang yang lebih baik di tengah tantangan global yang semakin kompleks.