Perekonomian Indonesia nampaknya memasuki fase stabil, dengan prakiraan pertumbuhan yang diperkirakan mencapai 5 persen pada kuartal ketiga tahun 2025. Pertumbuhan yang relatif konstan ini menunjukkan bahwa meskipun ada beberapa faktor yang mendorong, kekuatan perekonomian masih belum menunjukkan lonjakan signifikan.
Saat ini, konsumsi mulai menunjukkan perbaikan, sementara investasi juga tetap solid. Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun ada pemulihan yang terukur, ketahanan ekonomi Indonesia menunjukkan pola yang lebih stabil ketimbang tren pertumbuhan yang tajam.
Minggu depan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengungkap angka pertumbuhan ekonomi terbaru Indonesia. Berbagai indikator ekonomi menunjukkan bahwa meskipun ada sedikit perbaikan, tantangan tetap ada, terutama di sektor konsumsi masyarakat.
Prasasti Center for Policy Studies mencatat bahwa penjualan ritel mengalami peningkatan yang cukup menarik, yaitu sebesar 5,8 persen secara tahunan pada bulan September. Ini mencerminkan perekonomian yang mungkin mulai bergerak ke arah yang lebih positif, dengan meningkatnya permintaan dari rumah tangga.
Meski demikian, inflasi inti yang hanya mencapai 2,2 persen mencerminkan bahwa daya beli masyarakat masih terbatas. Kepercayaan konsumen masih dalam tahap pemulihan, terpengaruh oleh ketidakmerataan pertumbuhan pendapatan dan kekhawatiran akan biaya hidup yang terus meningkat.
Menurut Gundy Cahyadi, Direktur Penelitian Prasasti, “Konsumsi memang mengalami perbaikan, tetapi laju pertumbuhannya masih di bawah harapan.” Ia menekankan bahwa apa yang terjadi saat ini lebih pada stabilisasi, bukan ekstansi yang dramatis. Berita baiknya, fondasi ekonomi saat ini tetap kuat dan dapat diandalkan untuk jangka panjang.
Dari sisi moneter, kondisi likuiditas di pasar menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) mencapai 8 persen secara tahunan pada bulan September, didorong oleh kebijakan pelonggaran moneter dari Bank Indonesia, yang baru-baru ini menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 basis poin sejak September 2024.
Indikator Ekonomi Terkini: Apa yang Terjadi di Lapangan?
Peningkatan penjualan ritel menjadi sinyal positif bagi pemulihan ekonomi. Dengan angka pertumbuhan penjualan yang baik, para ahli percaya bahwa ini bisa menjadi indikator dari meningkatnya kepercayaan konsumen yang perlahan-lahan kembali.
Meskipun begitu, penguatan daya beli masih terhambat oleh inflasi yang relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam konsumsi, masyarakat masih berhati-hati dalam pengeluaran mereka.
Situasi ini diperburuk oleh fakta bahwa ketidakpastian ekonomi masih menghantui banyak konsumen. Dengan pendapatan yang tidak merata, keinginan untuk berbelanja lebih cenderung tertahan oleh kekhawatiran yang lebih besar tentang stabilitas finansial di masa mendatang.
Selain itu, kondisi pasar tenaga kerja juga merupakan faktor kunci. Dengan banyaknya sektor yang masih dalam proses pemulihan, banyak individu mungkin merasa tidak yakin untuk membelanjakan lebih banyak dalam situasi ini.
Kebijakan moneter yang lebih akomodatif tentu menjadi harapan para pelaku pasar. Namun, dampak dari optimalisasi kebijakan ini masih diperlukan waktu untuk membuahkan hasil di lapangan.
Tantangan yang H ada di Depan: Inflasi dan Daya Beli
Salah satu tantangan utama yang sedang dihadapi adalah inflasi yang masih rendah. Rekor inflasi inti yang hanya mencapai 2,2 persen mengindikasikan potensi terbatasnya daya beli masyarakat.
Rendahnya inflasi dapat dilihat sebagai kabar baik, tetapi juga menciptakan daya tarik yang lemah terhadap belanja konsumen. Kepercayaan konsumen masih terjaga, tetapi tidak dalam skala yang kuat.
Ketidakpastian tentang pendapatan masa depan menjadi pertimbangan penting lainnya. Banyak konsumen berusaha untuk berhemat dan tidak mengeluarkan uang untuk barang atau layanan yang dianggap tidak mendesak.
Kondisi ini merupakan tantangan besar bagi para pembuat kebijakan yang berupaya menstimulasi ekonomi. Dengan adanya ekspektasi inflasi yang tetap rendah, ada kekhawatiran bahwa pertumbuhan dapat terhambat.
Oleh karena itu, strategi yang efektif diperlukan untuk mendorong belanja konsumen dan memperkuat kepercayaan masyarakat. Menciptakan iklim bisnis dan ekonomi yang lebih baik adalah langkah yang harus diambil secepatnya.
Strategi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan
Menghadapi semua tantangan ini, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan strategi yang komprehensif. Ini termasuk mendorong investasi di berbagai sektor dan meningkatkan infrastruktur untuk menarik lebih banyak investasi asing.
Selain itu, perlu adanya upaya bersama untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui pelatihan keterampilan, peningkatan kualitas pendidikan, dan akses ke peluang kerja yang lebih baik.
Program-program yang mengedepankan inklusi keuangan juga penting. Dengan membuat akses ke layanan keuangan lebih mudah, masyarakat akan lebih termotivasi untuk berinvestasi dan mengembangkan usaha kecil.
Kesadaran akan pentingnya risiko yang terkait dengan kondisi perekonomian global juga harus menjadi bagian dari diskusi. Memahami bagaimana faktor luar dapat memengaruhi perekonomian domestik adalah langkah kunci untuk merumuskan kebijakan yang tepat.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan perekonomian Indonesia dapat lebih menguat dan mengatasi berbagai tantangan yang ada. Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi akan tergantung pada komitmen semua pihak untuk berkolaborasi dan bekerja sama demi tujuan bersama.
















