Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, menekankan kembali pentingnya menghidupkan pemikiran Soekarno, terutama dalam menolak segala bentuk penindasan, baik antar manusia maupun antar bangsa. Poin ini disampaikan dalam sebuah acara bertajuk ‘Sukarno and The Making of The News World’ yang berlangsung di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Acara ini juga dihadiri oleh David Van Reybrouck, seorang sejarawan asal Belgia yang dikenal melalui bukunya ‘Revolusi Indonesia and the Birth of the Modern World’, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Diskusi tersebut menyoroti relevansi pemikiran Soekarno dalam konteks dunia kontemporer yang masih menghadapi isu penindasan dan ketidakadilan.
Bonnie menjelaskan bahwa keyakinan Bung Karno tentang kemerdekaan sejati masih tertahan jika adanya eksploitasi antara bangsa. Dari situlah lahir semangat Bandung sebagai tonggak penting dalam perjuangan menentang kolonialisme.
Relevansi Pemikiran Soekarno dalam Era Modern
Di masa awal kemerdekaan, Soekarno berperan sentral dalam menyatukan bangsa-bangsa Asia dan Afrika melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1955. Melalui acara tersebut, Soekarno berkolaborasi dengan tokoh-tokoh dunia lain seperti Jawaharlal Nehru dari India dan Gamal Abdel Nasser dari Mesir untuk melawan kolonialisme.
Konferensi ini bukan hanya sekadar pertemuan politik melainkan juga simbol solidaritas global dalam menghadapi ketidakadilan. Soekarno, dalam perspektif ini, tidak hanya memimpin Indonesia, tetapi juga menghadirkan semangat solidaritas yang mampu menyatukan bangsa-bangsa baru yang sedang berjuang untuk kemerdekaan.
Bonnie juga mengungkapkan bahwa semangat internasionalisme yang dijunjung Bung Karno adalah cerminan dari kemanusiaan universal. Sayangnya, semangat ini perlahan mulai pudar di tengah tantangan global yang semakin kompleks dan beragam.
Konferensi Asia-Afrika: Tonggak Sejarah Perjuangan
Sejarawan David Van Reybrouck menilai Konferensi Asia-Afrika di Bandung sebagai salah satu tonggak sejarah yang mengubah wajah dunia. Ia berpendapat bahwa semangat dari konferensi ini mencerminkan optimisme bangsa-bangsa yang baru merdeka pasca-Perang Dunia II dan menunjukkan potensi mereka untuk menjadi kekuatan moral baru.
Namun, Van Reybrouck memperingati bahwa mimpi tersebut hanya dapat bertahan sejenak dan akhirnya hancur pada tahun 1965. Faktor-faktor seperti perubahan politik global dan campur tangan kekuatan besar menjadi penyebab utama runtuhnya semangat Bandung.
Dalam pandangannya, Bandung adalah momen luar biasa yang menunjukkan bahwa dunia ketiga bisa bersatu dan mengangkat suara mereka. Namun, seiring dengan dinamika politik yang berubah, harapan tersebut mulai memudar dan kehilangan relevansinya.
Pentingnya Mengingat Sejarah dan Inspirasi
Dalam konteks saat ini, penting bagi kita untuk mengingat kembali semangat dan nilai-nilai yang diusung oleh Soekarno dan tokoh-tokoh lainnya di Konferensi Asia-Afrika. Hal ini relevan untuk menumbuhkan rasa persatuan dan keadilan di tengah tantangan global yang terus berlanjut.
Bonnie mengingatkan bahwa memahami sejarah adalah langkah penting untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Masyarakat perlu mengenali perjuangan dan pencapaian yang telah dilakukan untuk meraih kemerdekaan, agar tidak jatuh pada kesalahan yang sama.
Diskusi seperti ini membuka ruang bagi masyarakat untuk berdialog dan memahami nilai-nilai kemanusiaan yang pernah diusung oleh para pemimpin besar. Apalagi dalam konteks global saat ini yang masih dipenuhi dengan beragam bentuk penindasan.












