Musala yang berada dalam kompleks asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, mengalami ambruk pada Senin sore, 29 September. Insiden ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai status izin mendirikan bangunan (IMB) yang seharusnya dimiliki oleh gedung tersebut.
Bupati Sidoarjo, Subandi, langsung turun tangan meninjau lokasi dan mengungkapkan bahwa pihaknya tidak menemukan dokumen IMB untuk bangunan ini. Keberadaan izin yang hilang ini menjadi sorotan, mengingat banyak pembangunan di pesantren seringkali mengabaikan kepatuhan terhadap regulasi perizinan.
Saat Subandi berada di lokasi kejadian, ia menyampaikan rasa prihatin terhadap situasi ini. Menurut beliau, banyak pesantren yang lebih mengutamakan pembangunan fisik dibandingkan dengan memenuhi syarat perizinan yang diperlukan. Hal ini berakibat gedung yang dibangun menjadi tidak memenuhi standar keamanan.
“Izin-izin bangunan ini sangat penting untuk memastikan keamanan lingkungan. Tanpa izin, risiko kecelakaan seperti ini bisa meningkat,” ujarnya.
Pentingnya Memperhatikan Perizinan dalam Proses Pembangunan
Sebelumnya, saat melakukan pengecoran lantai tiga, gedung tersebut tampaknya tidak sesuai dengan standar konstruksi yang berlaku. Tak heran apabila konstruksi yang tidak tepat dapat menimbulkan keruntuhan seperti yang terjadi. Hal ini menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya mematuhi aturan yang ada.
Bupati Subandi menekankan bahwa semua pihak, termasuk pengelola pondok pesantren, harus menyadari pentingnya memiliki IMB sebelum memulai pembangunan. “Banyak pondok yang lalai dan menunda pengurusan IMB,” tambah Subandi. Kedisiplinan dalam hal perizinan adalah langkah vital untuk menjaga keselamatan calon pengguna bangunan.
Pendirian pesantren membutuhkan banyak fasilitas demi kenyamanan dan keamanan santri, namun hal itu harus ditunjang dengan pengelolaan yang bertanggung jawab. Pengasuh pondok harus menyadari tanggung jawab mereka terhadap keselamatan para santri yang tinggal di asrama.
Reaksi Pengasuh Pondok Terkait Bangunan Ambruk
Dalam kesempatan yang sama, KH Abdus Salam Mujib, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Khoziny, mengaku tidak mengetahui tentang status izin bangunan musala tersebut. “Saya sendiri tidak tahu mengenai IMB ini,” tuturnya tanpa memberikan detail lebih lanjut.
Menurut Mujib, insiden terjadi tepat saat proses pengecoran atap. Sebuah bagian dari atap tersebut jebol, akibat ketidakkuatan struktur penopang. “Pekerjaan pengecoran itu dilakukan pagi hari, jadi kami tidak menduga akan terjadi sesuatu yang fatal,” ujarnya.
Dirinya juga mengaku tidak berada di lokasi saat kejadian berlangsung, menjadikannya tidak mampu memberikan keterangan lebih lanjut tentang proses pembangunan musala yang sedang berlangsung itu. “Kami memang belum selesai, dan saya tidak bisa memastikan detailnya,” tambahnya.
Kondisi Korban dan Penanganan Pascakejadian
Hingga malam hari, jumlah korban dari kejadian ambruknya musala mencapai 87 orang, dengan satu diantaranya dilaporkan meninggal dunia. Dari total tersebut, 38 orang lainnya mengalami luka-luka dengan kondisi yang bervariasi.
Kepala Dinas Kesehatan setempat mengonfirmasi bahwa korban dirawat di beberapa rumah sakit terdekat, seperti RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo dan RS Islam Siti Hajar. Penanganan medis untuk korban luka-luka menjadi prioritas utama agar mereka mendapatkan perawatan yang memadai secepat mungkin.
Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pencegahan dalam setiap tahap pembangunan. Budaya mematuhi semua aspek perizinan harus ditanamkan, khususnya di lembaga pendidikan agar keselamatan setiap personel dapat terjamin.
Membangun Kesadaran Akan Kesehatan dan Keselamatan di Lingkungan Pesantren
Di tengah kesedihan akibat insiden ini, muncul harapan bahwa peristiwa serupa tidak terulang di masa depan. Semua pihak harus terlibat dan menjadikan keselamatan sebagai prioritas utama. Pengurus pesantren diharapkan untuk lebih proaktif dalam mendidik santri mengenai pentingnya keselamatan di lingkungan mereka.
“Kita harus belajar dari kejadian ini dan membangun kembali lingkungan pesantren yang aman. Keselamatan adalah tanggung jawab kita semua,” tegas Subandi. Kesadaran dan kepatuhan terhadap norma-norma keselamatan dapat membantu mencegah terjadinya tragedi di kemudian hari.
Kedepannya, diharapkan ada perbaikan dalam manajemen dan struktur pembangunan di pesantren sehingga insiden serupa tidak terulang. Hal ini juga menjadi tantangan bagi seluruh lembaga pendidikan agar lebih terbuka terhadap saran dan evaluasi dari pihak terkait.