Kepala Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) di wilayah Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat, Syariwidya, mengungkapkan beberapa temuan mencengangkan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diberlakukan di berbagai sekolah. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan, tetapi juga keprihatinan mendalam tentang kualitas pangan yang diberikan kepada anak-anak. Baru-baru ini, temuan mengenai adanya serangga dan makanan basi di dalam program tersebut menambah deretan masalah yang harus dihadapi.
Syariwidya menjelaskan bahwa temuan adanya jangkrik di MBG terjadi di SMA Negeri 14 Batam, sedangkan ulat ditemukan pada buah pisang di SD Huria Kristen Indonesia. Kejadian ini bukan hanya sebuah kecelakaan, namun menunjukkan adanya kelalaian dalam penerapan standar sanitasi yang seharusnya diterapkan di dapur.
Merespons masalah ini, Syariwidya menyalahkan petugas yang bertanggung jawab atas pengawasan makanan. Ia menegaskan pentingnya penerapan aturan yang ketat sesuai dengan petunjuk teknis yang ada agar hal serupa tidak terulang di masa mendatang.
Menelaah Konsekuensi Makanan Tak Layak Saji
Ketika makanan yang disajikan di sekolah tidak memenuhi standar hygienis, dampaknya bisa sangat berbahaya bagi anak-anak. Saat anak-anak mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, risiko untuk jatuh sakit meningkat pesat. Ini menjadi perhatian serius bagi para orang tua dan pihak terkait.
Salah satu contoh nyata ditemukan di SD Negeri 013, Kabupaten Karimun, di mana banyak orang tua melaporkan bahwa makanan yang diberikan sudah basi. Menurut Syariwidya, itu disebabkan oleh waktu masak dan konsumsi yang tidak terkoordinasi dengan baik antara pihak sekolah dan Kepala SPPG.
Ketidakpuasan orang tua yang mengkhawatirkan kesehatan anak-anak mereka mendorong perlunya perubahan sistematis dalam proses pengadaan dan distribusi makanan. Komunikasi yang buruk antara stakeholder pun perlu diperbaiki agar anak-anak mendapatkan asupan gizi yang baik.
Pentingnya Penerapan Standar Sanitasi yang Ketat
Standar sanitasi di dapur merupakan hal yang sangat krusial dalam penyediaan makanan untuk anak-anak. Syariwidya menegaskan bahwa petugas harus lebih ketat dalam menerapkan prosedur-pemprocedurhygiene untuk mencegah terulangnya kasus seperti jangkrik dan ulat di dalam makanan. Makanan harus melalui tahap pengecekan yang menyeluruh sebelum diserahkan kepada siswa.
Dia juga menyatakan bahwa akan ada penilaian ulang terhadap petugas yang bertanggung jawab atas pengawasan makanan. Peringatan keras akan diberikan kepada mereka yang terbukti lalai dalam melaksanakan tugasnya agar kualitas makanan dapat ditingkatkan.
Peningkatan kualitas makanan tidak hanya berkaitan dengan kebersihan, tetapi juga kualitas bahan baku yang digunakan. Pastikan semua bahan yang digunakan segar dan tidak meragukan kualitasnya untuk menghindari resiko kesehatan bagi anak-anak.
Respons dan Rencana Ke depan dari Pihak Terkait
Menanggapi situasi yang ada, Syariwidya meminta maaf atas insiden yang terjadi dan berjanji akan melakukan pembenahan perlahan-lahan. Dia menyatakan komitmennya untuk melakukan perbaikan sistematis dalam program MBG agar bisa lebih terjaga keamanannya.
Sejak dimulainya program ini, sambungnya, sudah ada 103 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dibentuk dengan total 308.785 penerima manfaat. Meskipun sejumlah masalah terjadi, program ini tetap memiliki tujuan mulia yaitu meningkatkan asupan gizi bagi anak-anak di daerah kurang beruntung.
Pihaknya bertekad untuk menjadikan setiap pengalaman buruk ini sebagai pelajaran dan catatan untuk perbaikan di masa mendatang. Dengan adanya koordinasi yang lebih baik, diharapkan program ini dapat berjalan lebih lancar dan efisien.