Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengusulkan agar DPR dan Pemerintah menyusun pasal khusus yang mengatur pengecualian mekanisme keadilan restoratif pada tindak pidana luar biasa, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Usulan ini bertujuan untuk memastikan bahwa individual yang telah merugikan masyarakat tidak menghindari pertanggungjawaban hukum melalui prosedur yang lebih ringan.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan hal ini dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR yang berlangsung pada 22 September. Dia menekankan pentingnya menetapkan batasan dalam penerapan prinsip keadilan restoratif agar tidak mengaburkan keadilan bagi korban.
Dalam konteks ini, restorative justice, atau keadilan restoratif, merupakan pendekatan yang menekankan penyelesaian perkara pidana melalui mediasi dan dialog, alih-alih melalui proses persidangan formal. Namun, Komnas HAM percaya bahwa untuk tindak pidana tertentu, terutama yang perlu penanganan lebih serius, mekanisme ini tidak dapat diterapkan.
Pentingnya Pengecualian dalam Keadilan Restoratif untuk Tindak Pidana Tertentu
Anis Hidayah mengemukakan bahwa beberapa jenis tindak pidana harus dikecualikan dari mekanisme keadilan restoratif. Tindak pidana seperti korupsi, narkotika, terorisme, dan kekerasan seksual termasuk dalam kategori yang harus dihindari dari penerapan RJ.
Dia menjelaskan bahwa tindak pidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun seharusnya juga tidak termasuk dalam mekanisme ini. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak dan kepentingan korban, serta untuk mencegah terjadinya impunitas di kalangan pelaku kejahatan berat.
Dalam memberikan penegasan tentang ini, Anis merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Di dalamnya terdapat pertimbangan signifikan terkait kerugian dan dampak yang dialami oleh para korban dari pelanggaran hukum tersebut.
Regulasi yang Diperlukan untuk Pelaksanaan Penerapan Keadilan Restoratif
Anis Hidayah juga menekankan pentingnya pembentukan regulasi teknis yang jelas mengenai pelaksanaan keadilan restoratif. Dia mengatakan bahwa pemerintah perlu membuat panduan terperinci agar mekanisme ini bisa diterapkan dengan efektif dan tidak menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari.
Aturan teknis tersebut sangat diperlukan untuk mensterilkan proses hukum dari potensi penyalahgunaan yang mungkin timbul. Dalam hal ini, tujuan utama adalah untuk memastikan akses keadilan yang berimbang bagi semua pihak yang terlibat.
Dia menambahkan bahwa dalam konteks pelanggaran HAM berat, keadilan restoratif tidak dapat diterapkan. Penerapan RJ dalam kasussemacam ini berpotensi menciptakan kekebalan hukum bagi pelaku, yang tentunya akan merugikan hak-hak korban.
Pentingnya Keadilan bagi Korban dalam Proses Hukum
Komnas HAM mengusulkan agar dalam kasus-kasus tertentu, seperti kekerasan seksual, korban dapat memberikan keterangan tanpa harus menghadapi terdakwa secara langsung. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko intimidasi yang mungkin dialami oleh korban saat berhadapan dengan pelaku tindak pidana.
Anis menekankan bahwa proses hukum harus melindungi korban dan memberikan kenyamanan dalam mengekspresikan pengalaman mereka. Penanganan yang hati-hati terhadap saksi dan korban dalam lingkungan yang aman menjadi sangat krusial dalam keadilan pidana.
Salah satu cara untuk melindungi korban dan saksi adalah dengan memperluas penggunaan teknologi seperti video conference atau pengaturan ruang terpisah saat memberikan keterangan. Dengan cara ini, diharapkan proses hukum menjadi lebih bersahabat dan tidak menakutkan bagi para pihak yang terlibat.
Dengan adanya usulan ini, diharapkan DPR dan pemerintah lebih memperhatikan aspek keadilan bagi individu yang menjadi korban tindak pidana serta mewujudkan sistem hukum yang transparan dan akuntabel. Ini akan menjadi langkah penting dalam menciptakan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang ada di Indonesia.
Rapat lanjutan terkait RKUHAP yang mengagendakan topik ini menunjukkan betapa pentingnya terus-menerus berdialog tentang reformasi hukum. Masyarakat juga diharapkan untuk terlibat dalam pembahasan isu-isu penting demi terciptanya sistem peradilan yang lebih berpihak kepada keadilan.